Jumat, 23 Desember 2011

Budaya Agraris Masyarakat Desa


Telah dijelaskan bahwa kebudayaan masyarakat terbagi dalam kelompok-kelompok universal yang salah satunya sistim mata pencaharian. Desa Keboharan adalah salah satu masyarakat yang mempunyai sistim mata pencaharian yang agraris pada masa sebelum tahun 1980-an. Hal ini dikarenakan wilayah Desa Keboharan pada khususnya dan Kabupaten Sidoarjo pada umumnya dilewati oleh dua anak Sungai Brantas yaitu Sungai Mas dan Sungai Porong. Sehingga saluran irigasi atau pengairan pada daerah tersebut sangat lancar.
Sebagai masyarakat yang bermata pencaharian agraris, masyarakat Desa Keboharan mempunyai wujud-wujud kebudayaan yang agraris pula. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya beberapa bentuk kebuayaan yang ”bercorak” agraris. Di Desa Keboharan terdapat beberapa tradisi yang dilakukan selama masa bercocok tanam seperti tradisi Metik dan Keleman.
Namun, akibat dari industrialisasi budaya-budaya agraris masyarakat Desa Keboharan mulai tergerus bahkan banyak yang telah hilang. Masyarakat Desa Keboharan cenderung memilih berprofesi sebagai pekerja pabrik karena kesempatan mereka lebih besar disana. Tanah pertanian yang dulunya melimpah kini tergusur oleh beberapa perusahan atau pabrik. Bayangkan, dalam satu desa terdapat tujuh buah pabrik.
Beberapa bentuk kebudayaan agraris masyarakat Desa Keboharan yang telah hilang adalah sebagai berikut:
1. Tradisi Metik
Kebudayaan ini adalah salah satu bentuk budaya agraris yang sudah tidak lagi dijumpai di Desa Keboharan. Tradisi Metik dilakukan ketika padi yang ditanam di sawah sudah mulai menguning. Ketika hendak panen, petani memetik sebagian biji padi yang paling bagus untuk dimasak. Inilah kenapa tradisi ini dinamakan Tradisi Metik bahasa jawa dari kata memetik.
Padi terpilih yang telah dipetik tadi kemudian dimasak untuk acara syukuran. Tradisi ini juga mendapat pengaruh dari Agama Islam. Maksud dari tradisi ini memang bersyukur kepada Allah SWT atas hasil panen yang diberikan kepada petani. Biasanya nasi hasil metik tadi disantap dengan ikan ayam dengan lauk berupa krawu atau urap-urap.
2. Tradisi Keleman
Sama halnya dengan Tradisi Metik, Tradisi Keleman ini juga mendapat pengaruh dari Agama Islam. Tradisi ini dilakukan petani ketika mereka sudah menanam semua padi di lahan sawah. Keleman berasal dari bahasa Jawa artinya menenggelamkan (dalam konteks ini menanam).
Selesai menanam semua padi, petani melakukan syukuran kepada tetangga mereka. Berbeda dengan Tradisi Metik, Tradisi Keleman menyuguhkan jajanan pasar sebagai menunya. Segala macam jajan pasar disediakan petani untuk acara syukuran atas keberhasilan mereka menanam padi.
3. Takir
Tradisi ini cukup unik karena melibatkan unsur kepercayaan kuno didalamnya. Takir adalah semacam sesajen berupa makanan yang dibungkus dengan daun pisang. Biasanya Takir terdiri atas telur, beras kuning, kluwek.
Tradisi ini dilakukan ketika petani merasa sawah mereka ditinggal oleh keberkahan Dewi Sri. Dewi Sri adalah Dewi Padi dalam mitologi jawa. Masyarakat petani jaman dulu mempercayai bahwa ketika air irigasi mulai kering atau banyak hama menyerang tanaman mereka akibat dari faktor Dewi Sri. Untuk itu, mereka membuat semacam sesajen untuk dipersembahkan kepada Dewi Sri berupa Takir. Takir tersebut biasanya diletakkan di setiap sudut sawah atau saluran irigasi.
4. Cuwowo
Cuwowo adalah sebuta untuk orang yang mengatur saluran irigasi di sawah. Sebutan lain untuk orang ini adalah jaga tirta atau dalam Bahasa Indonesia penjaga air. Cuwowo dipilih langsung oleh kepala dusun atau kepala desa setempat. Saat ini Cuwowo sudah tidak dijumpai lagi di sekitar daerah Desa Keboharan.
5. Jimpitan
Istilah ini berasal dari tradisi masyarakat Desa Keboharan yang menyelenggarakan iuran rutin tiap minggu. Untuk membayar iuran, penduduk desa memberikan satu jimpit atau satu genggam beras kepada petugas. Petugas adalah orang yang mendapatkan giliran untukberkeliling manarik iuran yang dilaksanakan tiap minggu. Biasanya, petugas adalah remaja atau anak-anak dari satu kepala keluarga. Iuran ini berfungsi untuk mengisi kas RT(Rukun Tetangga) untuk membayar fasilitas umum seperti lampu penerangan jalan. Penduduk secara sadar memberikan retribusi sebesar satu jimpit atau genggam beras.
6. Ruwah Desa
Tradisi ini dilaksanakan menjelang bulan puasa tiba. Ruwah atau dalam tanggalan islam bulan Sya’ban adalah nama salah satu bulan jawa sebelum bulan Ramadhan. Tradisi ini bertujuan untuk memohon kepada sang pencipta agar desa yang mereka tempati senantiasa aman dan terhindar dari segala macam bencana.
Tradisi ini merupakan tradisi yang mendapat pengaruh dari islam dan sistim agraris. Terpengaruh islam karena pada saat tradisi berlangsung, salah seorang kyai atau sesepuh desa memimpin do’a bersama kepada semua masyarakat yang hadir. Dan pengaruh agrarisnya dapat dilihat dari sesembahan atau makanan yang digunakan berupa kolopendem. Kolopendem adalah hasil bumi seperti singkong, ketela, ubi, gembili, dan lain-lain. Setelah acara do’a bersama selesai, penduduk bersama-sama berkumpul dan menikmati sesembahan berupa kolopendem tadi.
Contoh-contoh diatas adalah beberapa warisan kebudayaan nenek moyang masyarakat Desa Keboharan yang agraris. Kebudayaan tersebut saat ini dapat dikatakan sudah tidak ada lagi akibat tergerus arus industrialisasi masyarakat Desa Keboharan. Tidak ada lagi tradisi berbagi hasil pertanian para petani atau suasana gayeng saat berkumpul bersama semua warga desa ketika ada ruwah desa.
Saat ini, hampir semua warisan budaya agraris berubah atau hilang oleh industrialisasi. Namun, terdapat pula tradisi yang masih bisa bertahan seperti ganjaran. Ganjaran adalah upah kepada perangkat desa berupa tanah sewa sawah yang dapat diolah oleh perangkat desa. Upah untuk tenaga perangkat desa bermacam-macam sesuai dengan stratanya. Kepala desa mempunyai ganjaran yang lebih luas daripada kepala dusun atau carik(sekretaris desa).

Tidak ada komentar: