Minggu, 18 Desember 2011

PERINGATAN HARI PAHLAWAN: REFLEKSI HISTORIS DAN SEMANGAT KEMERDEKAAN



Oleh: Sirajuddin Arridho, Spd.i*

Diperingati namun tidak dijiwai, sepenggal kalimat itulah yang dapat penulis awali dalam tulisan ini. 66 tahun sudah Indonesia Merdeka dari penjajahan yang berlangsung ratusan tahun lamanya, kini jejaknya tidak hilang begitu saja, kenapa?, karena babak kedua dari penjajahan yang hakiki baru saja dimulai. Bentuk-bentuk penjajahan yang seringkali penulis anggap lebih sadis dibandingkan dengan penjajahan pra kemerdekaan.
Puluhan ribu bahkan ratusan ribu rakyat Indonesia tewas karena melakukan perjuangan maupun disiksa oleh penjahat-penjahat Belanda, Inggris cs dan Jepang selama menjajah nusantara. Teruntuk bagi para pejuang kemerdekaan, mereka rela meninggalkan istri, anak, orang tua, dan harta untuk merebut kemerdekaan. Hal terbesar adalah mereka mengorban keringat, darah bahkan nyawa untuk membela, memperjuangkan rakyat Indonesia bebas dari belenggu penjajahan dan penindasan.
Seberapa pentingkah kemerdekaan bagi rakyat Indonesia pada saat itu? Hanya satu kalimat ”Merdeka atau Mati!”. Merdeka dalam artian merdeka secara politik, berdirikari dalam bidang ekonomi, dan terbebasnya belenggu penindasan dan kemiskinan. Untuk mencapai itu semua, segenap rakyat Indonesia dari ujung Aceh hingga ujung Papua yang terjajah oleh Belanda selama 350 tahun terus berjuang dan bertempur. Semua suku melakukan usaha yang sama untuk mengusir penjajahan (Belanda, Jepang, NICA). Atas darah, nyawa dan harta, maka berdirilah NKRI yang merupakan hasil perjuangan segenap bangsa Indonesia. Berdirinya NKRI merupakan hasil akumulasi perjuangan segenap suku, agama dan kelompok di Indonesia.
Bedanya dengan sekarang, penjajahan dilakukan oleh bangsanya sendiri. Keteladan dan rasa penghormatan terhadap pahlawan kemerdekaan luntur dengan sendirinya. Terbukti dengan makin banyaknya tidakan tidak bermoral yang dilakukan dari tingkat paling bawah hingga paling atas. Kebutuhan masyarakat yang semakin terdesak tidak menjadi desakan bagi pengambil kebijakan. Kita sudah kehilangan Pahlawan, karena Pemerintah lebih baik mencari aman dari pada mengeluarkan kebijakan yang berlawanan dengan kehendak asing dan atau korporat.
Pemerintah boleh saja menyemarakkan empat pilar bangsa untuk diketahui dan dipahami oleh masyarakat banyak, namun kemudian hal tersebut menjadi sangat tidak relevan apabila tidak diiringi dengan pembangunan yang nyata. Beberapa bulan lalu terdengar sekelompok warga yang memancangkan bendera Malaysia di perbatasan Indonesia. Mereka menggungat bukan tidak beralasan, karena memang kebijakan pemerintah yang tidak merata membuat sebagian daerah khususnya daerah perbatasan, terdiskriminatif dan lama kelamaan akan menyingkir.
Degradasi moral, perilaku diskriminatif serta koruptif  merupakan masalah tersendiri. Namun, peringatan Hari Pahlawan merupakan momen yang sama pentingnya dengan esensi peringatan tersebut. Apa itu? Semangat revolusioner, semangat berjuang, semangat berkorban dan berkarya bagi bangsa dan negara. Itulah esensi. Itulah nilai moral yang harus ditanamkan pada rakyat, terutama para pemimpin. Janganlah mencari ‘makan’, ‘intan permata’, ‘prestise’ di kursi kekuasaan.
Karena situasi bangsa dan negara sudah begini bobrok, maka kita semua perlu mengangkat tinggi-tinggi jiwa agung dan revolusioner yang terkandung dalam Hari Pahlawan. Pahlawan seperti apa? Pahlawan disini adalah orang yang berjuang dengan keringat, darah bahkan nyawa tanpa pamrih demi kepentingan yang lebih besar, kepentingan bangsa dan negara. Dalam berbagai kesempatan Bung Karno menjadikan Hari Pahlawan sebagai sarana untuk mengingatkan kepada seluruh bangsa (terutama angkatan muda) bahwa sudah banyak pejuang-pejuang yang telah gugur, atau mengorbankan harta-benda dan tenaga mereka, untuk mendirikan negara RI. Mereka rela berkorban, supaya kehidupan rakyat banyak bisa menjadi lebih baik dari pada yang sudah-sudah. Mereka telah berjuang jauh sebelum selama revolusi kemerdekaan 1945, untuk menjadikan negara ini milik bersama, guna menciptakan masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah subhanahuwata’ala.
Kita boleh berkata, Demokrasi adalah sistem yang sampai hari ini masih cukup relevan untuk dijadikan sebuah kebijakan dalam bernegara, namun perlu juga diingat, bahwa demokrasi menuntut keadilan, HAK dan tanggungjawab setiap elemen bangsa, khususnya pemerintah untuk bisa menghidupi dan mencukupi segala kebutuhan rakyat. Tidak bisa tembang pilih. Melalui peringatan Hari Pahlawan 10 November, mari kita tekad bersama untuk menjunjung tinggi semangat revolusioner dalam mengabdi kepada kepentingan rakyat, bangsa dan negara.
Ganyang koruptor! Ganyang Kemalasan! Ganyang pejabat publik busuk!
Selamat Hari Pahlawan. Bangkitlah Indonesiaku!

Tidak ada komentar: