Agama sangat berpengaruh kepada kehidupan seluruh lapisan masyarakat di muka bumi. Maka para Ahli antropologi tertarik untuk menelitinya. Walaupun kini pada masyarakat kontemporer, agama sering dikaitkan dengan logika, namun terkadang manusia sendiri lupa bahwa agama itu sendiri merupakan adalah suatu hal yang abstrak. Dalam arti kata bahwa hanya penganut dari agama itu sendirilah yang dapat merasakan dimana ia meletakan posisi suatu agama dalam kehidupannya.
Sebagian besar dari penduduk Indonesia adalah pemeluk agama Islam. Dan ada sebagian penduduk Indonesia yang beragama lain. Namun, pada masyarakat melayu mayoritas penduduk beragama Islam. Dan suatu agama sangat berpengaruh yang besar dalam menjalankan kehidupan sehari-hari. Topik inilah yang akan kami bahas dalam petemuan yang terakhir ini.
MASYARAKAT MELAYU
Istilah "Melayu" ditakrifkan oleh UNESCO pada tahun 1972 sebagai suku bangsa Melayu di Semenanjung Malaysia, Thailand, Indonesia, Filipina, dan Madagaskar. Bagaimanapun menurut Perlembagaan Malaysia, istilah "Melayu" hanya merujuk kepada manusia yang berketurunan Melayu yang menganut agama Islam. Dengan kata yang lain, bukan semua orang yang berketurunan daripada nenek moyang Melayu adalah orang Melayu.
Istilah "Melayu" untuk merujuk kepada nama bangsa atau bahasa adalah suatu perkembangan yang agak baru dari segi sejarah, iaitu setelah adanya Kesultanan Melayu Melaka. Walaupun demikian, tidaklah sehingga abad ke-17 bahawa istilah "Melayu" yang merujuk kepada bangsa semakin digunakan secara meluas. Sebelum itu, istilah "Melayu" hanya merujuk kepada keturunan raja Melayu dari Sumatera saja. Menurut Syed Husin Ali yang merupakan ahli antropologi di negara Malaysia, orang Melayu itu dari segi zahirnya, biasanya berkulit sawo matang, berbadan sederhana besar serta tegap dan selalu berlemah lembut serta berbudi bahasa. Dari segi etnologi, Melayu bermakna kelompok masyarakat yang mengamalkan sistem kemasyarakatan dwisisi dan kegenerasian yang termasuk dalam bangsa Mongoloid.
Pemerintah Malaysia mendefinisikan Melayu sebagai penduduk pribumi yang bertutur dalam bahasa Melayu, beragama Islam, dan yang menjalani tradisi dan adat-istiadat Melayu. Tetapi dari segi definisi budaya (cultural definition), Melayu itu merangkumi seluruh penduduk pribumi di Dunia Melayu (Nusantara), yaitu penduduk serumpun tidak kira agama, bahasa, dan adat istiadat masing-masing yang diikuti oleh masing-masing kelompok serumpun tersebut. Di Malaysia, penduduk pribumi dari keturunan Minang, Jawa, Aceh, Bugis, Mandailing, dll, yang bertutur dalam bahasa Melayu, beragama Islam dan mengikuti adat istiadat Melayu, semuanya dianggap sebagai orang Melayu. Bahkan orang bukan pribumi yang berkawin dengan orang Melayu dan memeluk agama Islam juga diterima sebagai orang Melayu. Mereka dikatakan telah "masuk Melayu"
.
Asal usul bangsa Melayu merupakan sesuatu yang sukar ditentukan. Walaupun terdapat beberapa kajian dilakukan untuk menjelaskan perkara ini, tetapi kata sepakat antara para sarjana belum dicapai. Secara amnya terdapat 2 teori mengenai asal-usul bangsa Melayu yaitu:
•Bangsa Melayu Berasal daripada Yunnan (Teori Yunnan)
•Bangsa Melayu Berasal daripada Nusantara (Teori Nusantara)
Masing-masing teori diatas mempunyai pendukung dan kepopulerannya sensdiri-sendiri. Seperti teori Yunan yang di kemukakan oleh R.H Geldern, J.H.C Kern, J.R Foster, J.R Logen, Slametmuljana dan juga Asmah Haji Omar. Mereka mengatakan bahwa penduduk Asia Tengah pernah bermigrasi ke Kepulauan Melayu; Bahasa Melayu adalah serumpun dengan bahasa di Kamboja. Dengan lebih lanjut lagi, penduduk di Kamboja mungkin berasal daripada dataran Yunnan dengan menyusuri Sungai Mekong. Hubungan bangsa Melayu dengan bangsa Kamboja sekaligus menandakan pertaliannya dengan dataran Yunan.
Sedangkan pada teori Nusantara tidak terlalu populer di Malaysia. Isi teori ini adalah Bangsa Melayu tidak berasal dari mana-mana akan tetapi dari Nusantara, Manusia kuno Homo Soloinensis dan Homo Wajakensis terdapat di Pulau Jawa. Penemuan manusia kuno ini di Pulau Jawa menunjukkan adanya kemungkinan orang Melayu itu keturunan daripada manusia kuno tersebut yakni berasal daripada Jawa dan mewujudkan tamadun bersendirian. Teori ini di dukung oleh sarjana-sarjana seperti J.Crawfurd, K.Himly, Sutan Takdir Alisjahbana dan juga Gorys Keraf.
PEMIKIRAN MELAYU
Suku melayu tidak hanya terdapat pada bangsa Malaysia saja, namun, sebagian dari wilayah Indonesia, Thailand, Singapur, juga negara lainnya. Terutama negara yang sedang berkembang. Bangsa melayu cenderung berfikir menyerahkan nasib kepada Tuhan, bersikap fatalitas, mengharapkan orang lain yang akan membetulkan nasib, bergantung kepada orang lain.
Sebagai manusia biasa masyarakat melayu juga memiliki sifat yang tidak baik. Pada hekikatnya masyarakat melayu menginginkan kehidupan yang sejahtera, lepas dari pengaruh kebudayaan barat, teknologi yang maju, juga ekonomi yang tidak terpuruk. Namun, keburukan dari bangsa ini, terkadang mereka juga berfikir terlalu egois, mendahulukan kepentingan pribadi, tidak bersikap saling terbuka. Malahan ada yang menyebutkan bangsa Melayu mempunyai tragedi dalam pemikirannya yakni, tidak sanggup berubah (cepat putus asa), tidak suka merencanakan sesuatu dengan matang, dan tidak mau berfikir secara mendalam (serius).
Ini adalah sebuah kendala yang besar untuk memajukan bangsa melayu, maka dibutuhkan sebuah kepercayaan antar sesama individu juga perbaikan moril dari adanya suatu agama.
AGAMA PADA MASYARAKAT MELAYU
Orang Melayu hampir seluruhnya beragama Islam. Namun demikian, sisa-sisa unsur agama Hindu dan animisme masih dapat dilihat dalam sistem kepercayaan mereka. Islam tidak dapat menghapuskan seluruh unsur kepercayaan tersebut. Proses sinkretisme terjadi di mana unsur kepercayaan sebelum Islam ada secara laten atau disesuaikan dengan unsur Islam. Proses ini jelas dapat ditemukan dalam ilmu perbomohan Melayu (pengobatan tradisional), dan dalam beberapa upacara adat.
Karena mayoritas masyarakat melayu menganut ajaran Islam, maka ajaran-ajaran Islam terkadang mewarnai aktifitas-aktifitas sehari-hari mereka. Teori Durkheim mengatakan agama memperkuat ikatan atau solodaritas sosial. Dengan ini dapat dikatakan bahwa agama sangatlah berpengaruh kepada pola pikir, ucapan, dan juga perilaku masyarakat yang menganutnya.
Ajaran agama, terutama agama Islam sangatlah menjunjung tinggi sikap kemanusiaan. Saling mengasihi, toleransi beragama dan hal baik lainnya. Maka ini berpengaruh juga pada pemikiran masyarakat Melayu. Penelitian antropologi dengan perspektif Islam pada ruang lingkup keluarga mendatangkan bukti yang jelas, bahwa Islam adalah grand theory yang paling objektif, yang lebih teruji dari teori-teori manusia. Apabila teori Islam ini tidak bukti objektif, yang salah bukanlah ajaran Islamnya, namun cara mereka memahami dan mengamalkan Islam itu, dan perlu dilakukan penelitian baru tentang bagaimana pemahaman dan pengamalan mereka terhadap ajaran Islam dalam masalah yang teliti.
Dalam kitab suci Islam yakni Al-Qur’an, banyak ilmu pengetahuan yang perlu digali lebih dalam, dan dijadikan pedoman dalam perjuangan untuk memartabatkan bangsa sebagai bangsa yang maju dan berperadaban tinggi di era globalisasinya. Maka jelas sekali bahwa agama sangat berpengaruh kepada pola pikir bangsa Melayu, terlebih untuk mensejahterakan Bangsanya.
__________________________________________________________________________________
Daftar Pustaka
Agus, Bustanuddin. “Agama Dalam Kehidupan Manusia Pengantar Antropologi Agama”, PT Rajagrafindo Persada, Jakarta: 2006.
http://id.wikipedia.org
http://mindarakyat_2.tripod.com
http://ms.wikipedia.org
http://www.cmm.or.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar