Telah dijelaskan
bahwa kebudayaan masyarakat terbagi dalam kelompok-kelompok universal yang
salah satunya sistim mata pencaharian. Desa Keboharan adalah salah satu
masyarakat yang mempunyai sistim mata pencaharian yang agraris pada masa
sebelum tahun 1980-an. Hal ini dikarenakan wilayah Desa Keboharan pada
khususnya dan Kabupaten Sidoarjo pada umumnya dilewati oleh dua anak Sungai
Brantas yaitu Sungai Mas dan Sungai Porong. Sehingga saluran irigasi atau pengairan
pada daerah tersebut sangat lancar.
Sebagai
masyarakat yang bermata pencaharian agraris, masyarakat Desa Keboharan
mempunyai wujud-wujud kebudayaan yang agraris pula. Hal ini dapat dibuktikan
dengan adanya beberapa bentuk kebuayaan yang ”bercorak” agraris. Di Desa
Keboharan terdapat beberapa tradisi yang dilakukan selama masa bercocok tanam
seperti tradisi Metik dan Keleman.
Namun, akibat
dari industrialisasi budaya-budaya agraris masyarakat Desa Keboharan mulai
tergerus bahkan banyak yang telah hilang. Masyarakat Desa Keboharan cenderung
memilih berprofesi sebagai pekerja pabrik karena kesempatan mereka lebih besar
disana. Tanah pertanian yang dulunya melimpah kini tergusur oleh beberapa
perusahan atau pabrik. Bayangkan, dalam satu desa terdapat tujuh buah pabrik.
Beberapa bentuk
kebudayaan agraris masyarakat Desa Keboharan yang telah hilang adalah sebagai
berikut:
1.
Tradisi Metik
Kebudayaan ini
adalah salah satu bentuk budaya agraris yang sudah tidak lagi dijumpai di Desa
Keboharan. Tradisi Metik
dilakukan ketika padi yang ditanam di sawah sudah mulai menguning. Ketika
hendak panen, petani memetik sebagian biji padi yang paling bagus untuk
dimasak. Inilah kenapa tradisi ini dinamakan Tradisi Metik bahasa jawa dari
kata memetik.
Padi terpilih
yang telah dipetik tadi kemudian dimasak untuk acara syukuran. Tradisi ini juga
mendapat pengaruh dari Agama Islam. Maksud dari tradisi ini memang bersyukur
kepada Allah SWT atas hasil panen yang diberikan kepada petani. Biasanya nasi
hasil metik tadi
disantap dengan ikan ayam dengan lauk berupa krawu atau urap-urap.
2.
Tradisi Keleman
Sama halnya
dengan Tradisi Metik,
Tradisi Keleman
ini juga mendapat pengaruh dari Agama Islam. Tradisi ini
dilakukan petani ketika mereka sudah menanam semua padi di lahan sawah. Keleman berasal dari
bahasa Jawa artinya menenggelamkan (dalam konteks ini menanam).
Selesai menanam
semua padi, petani melakukan syukuran kepada tetangga mereka. Berbeda
dengan Tradisi Metik, Tradisi Keleman
menyuguhkan jajanan pasar sebagai menunya. Segala macam jajan pasar disediakan
petani untuk acara syukuran atas keberhasilan mereka menanam padi.
3. Takir
Tradisi ini cukup
unik karena melibatkan unsur kepercayaan kuno didalamnya. Takir adalah semacam
sesajen berupa makanan yang dibungkus dengan daun pisang. Biasanya Takir terdiri atas telur,
beras kuning, kluwek.
Tradisi ini
dilakukan ketika petani merasa sawah mereka ditinggal oleh keberkahan Dewi Sri.
Dewi Sri adalah Dewi Padi dalam mitologi jawa. Masyarakat petani jaman dulu
mempercayai bahwa ketika air irigasi mulai kering atau banyak hama menyerang
tanaman mereka akibat dari faktor Dewi Sri. Untuk itu, mereka membuat semacam
sesajen untuk dipersembahkan kepada Dewi Sri berupa Takir.
Takir tersebut biasanya diletakkan di setiap sudut sawah atau
saluran irigasi.
4. Cuwowo
Cuwowo adalah
sebuta untuk orang yang mengatur saluran irigasi di sawah. Sebutan lain untuk
orang ini adalah jaga tirta
atau dalam Bahasa Indonesia penjaga air. Cuwowo
dipilih langsung oleh kepala dusun atau kepala desa setempat. Saat ini Cuwowo sudah tidak
dijumpai lagi di sekitar daerah Desa Keboharan.
5. Jimpitan
Istilah ini berasal dari
tradisi masyarakat Desa Keboharan yang menyelenggarakan iuran rutin tiap
minggu. Untuk membayar iuran, penduduk desa memberikan satu jimpit atau satu
genggam beras kepada petugas. Petugas adalah orang yang mendapatkan giliran
untukberkeliling manarik iuran yang dilaksanakan tiap minggu. Biasanya, petugas
adalah remaja atau anak-anak dari satu kepala keluarga. Iuran ini berfungsi
untuk mengisi kas RT(Rukun Tetangga) untuk membayar fasilitas umum seperti
lampu penerangan jalan. Penduduk secara sadar memberikan retribusi sebesar satu
jimpit atau genggam beras.
6. Ruwah Desa
Tradisi ini dilaksanakan
menjelang bulan puasa tiba. Ruwah atau dalam tanggalan islam bulan Sya’ban
adalah nama salah satu bulan jawa sebelum bulan Ramadhan. Tradisi ini bertujuan
untuk memohon kepada sang pencipta agar desa yang mereka tempati senantiasa
aman dan terhindar dari segala macam bencana.
Tradisi ini
merupakan tradisi yang mendapat pengaruh dari islam dan sistim agraris.
Terpengaruh islam karena pada saat tradisi berlangsung, salah seorang kyai atau
sesepuh desa memimpin do’a bersama kepada semua masyarakat yang hadir. Dan
pengaruh agrarisnya dapat dilihat dari sesembahan atau makanan yang digunakan
berupa kolopendem. Kolopendem
adalah hasil bumi seperti singkong, ketela, ubi, gembili, dan lain-lain.
Setelah acara do’a bersama selesai, penduduk bersama-sama berkumpul dan
menikmati sesembahan berupa kolopendem
tadi.
Contoh-contoh
diatas adalah beberapa warisan kebudayaan nenek moyang masyarakat Desa
Keboharan yang agraris. Kebudayaan
tersebut saat ini dapat dikatakan sudah tidak ada lagi akibat tergerus arus
industrialisasi masyarakat Desa Keboharan. Tidak ada lagi tradisi berbagi hasil
pertanian para petani atau suasana gayeng saat berkumpul bersama semua warga
desa ketika ada ruwah desa.
Saat ini, hampir semua
warisan budaya agraris berubah atau hilang oleh industrialisasi. Namun,
terdapat pula tradisi yang masih bisa bertahan seperti ganjaran. Ganjaran adalah upah
kepada perangkat desa berupa tanah sewa sawah yang dapat diolah oleh perangkat
desa. Upah untuk tenaga perangkat desa bermacam-macam sesuai dengan stratanya.
Kepala desa mempunyai ganjaran
yang lebih luas daripada kepala dusun atau carik(sekretaris desa).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar