Izinkan
saya untuk sedikit berbagi cerita, sekedar untuk bernostalgia tentang apa yang
sudah saya lewati di organisasi Intra dan Ekstra kampus. Entah setan apa yang
mengajak saya untuk menuliskan catatan ini, datang dengan sendirinya, seperti
mendapatkan sebuah ilham yang turun dari langit sebagai peringatan “Kegagalan”.
Cukup
panjang memang ketika saya mencoba untuk mengulas sejarah ini, tapi setidaknya
akan saya gambarkan sekilas tentang pergolakan dan perjuangan yang saya lewati,
hingga kehidupan berorganisasi mampu merubah kepribadian saya.
Dimulai
dari tahun 2006, di tahun ini saya memulai aktifitas pendidikan baru setelah
sebelumnya menggunakan pakaian berseragam hingga berpakaian bebas. UIN Syarif
hidayatullah Jakarta, nama kampus yang saya tuju dan memang satu-satunya kampus
agama yang saya tau di Jakarta ini. mencoba mendaftarkan diri, mengikuti tes
sampai lulus di Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi (Dulu Fakultas Dakwah dan Komunikasi). Ikut dalam Propesa
dengan pakaian yang menurut saya lebih cocok digunakan oleh seorang Badut dari
pada manusia yang ingin melanjutkan jenjang pendidikannya di Perguruan Tinggi.
Dua
bulan terlewati, hingga suatu hari ada sekelompok senior masuk ke dalam kelas
dan mempresentasikan sebuah organisasi ekstra kampus layaknya seorang Sales
Marketing yang menawarkan sebuah barang dengan iming-iming yang luar biasa.
Saya tidak heran mendengar nama organisasi tersebut, karena sebelumnya saya
sudah dikenalkan dengan nama itu dari orang tua dan kakak-kakak saya dirumah. Himpunan
Mahasiswa Islam (HMI), nama organisasi itu.
Sebelum
saya lanjutkan cerita ini, harus saya jelaskan bahwa di Jakarta, satu-satunya
teman yang saya kenal hanya Abdul Rohman. Adul nama panggilannya. Dia tinggal
dirumah saya selama 6 bulan kurang lebih. Adul merupakan teman semasa saya di
Pondok Pesantren Suryalaya-Tasikmalaya.
Keinginan
pribadi memberanikan saya untuk meminta Izin kepada orang tua demi mengikuti Latihan
Kader 1, saya dan Adul tidak paham apa itu HMI. Papa (nama yang saya gunakan
untuk memanggil orang tua laki-laki), hanya berkata “HMI adalah Organisasi yang
terbuka, dia tidak memandang NU, Muhammadiyah atau yang lainnya. Maka HMI
adalah pilihan tepat bagi keluarga kita yang juga tidak mengenal NU atau
Muhammadiyah)”. Hanya itu yang dikatakan oleh Papa.
Setelah
saya mendapatkan jawaban tersebut, maka saya memahami bahwa Papa mengizinkan
saya untuk mengikuti LK 1 yang dilaksanakan di Bogor selama 4 hari. Jelang hari
keberangkatan menuju LK 1, saya dan Adul berpamitan untuk pergi. Mencium tangan
beliau sebagai bentuk penghormatan dan doa restu. Tapi aneh ketika saya mencium
tangannya, Papa tidak mengucapkan sepatah katapun. Tapi ketika Adul mencium
tangannya, papa berkata “disinilah awal dari perjuanganmu”. Mendengar itu saya
cukup cemburu Semoga saja kata-kata yang keluar dari mulut papa hari itu bukan
saja ditujukan kepada Adul, tapi juga kepada saya. (ngarep abiiisss,,,, hahaha)
Masa
LK 1, saya tidak memiliki teman. Bahkan teman sekelaspun saya tidak
mengenalnya. Sangat jarang bicara di forum, karena saya lebih asik mendengarkan
apa yang diucapkan oleh pembicara dari pada saya harus bertanya kepada
pembicara tersebut. Jumlah Peserta LK 1 pada saat itu berjumlah 167 orang
kurang lebih Peserta yang melebihi batas jumlah membuat saya pusing karena
ketidak kondusifannya.
Sejujurnya
tidak banyak hal yang saya dapatkan selama mengikuti latihan tersebut, mungkin
hanya satu, adalah gagasan keilmuan yang baru. Karena di latihan saya tidak
mendapatkan hal yang saya inginkan, terlebih pengetahuan tentang HMI itu
sendiri saya tidak memahami jelas, namun 1 hal yang masih saya ingat, kata-kata
yang keluar dari mulut seorang pemateri dan berkata, “LK adalah pintu gerbang
menuju HMI, jadi Latihan Kader tidak langsung menjadikan anda seorang kader,
tapi anda harus berusaha menunjukkan diri sebagai bentuk pengabdian selama 6
bulan, barulah Anda disebut sebagai seorang kader”.
Saya
tertegun mendengar kata-kata tersebut, “segitu susahnya jadi kader HMI??”, saya
berfikir organisasi ini seperti organisasi biasanya, yang langsung bisa jadi
anggota ketika dia lulus di Pelatihannya, dan saya juga mengira bahwa LK adalah
pelatihan dimana mahasiswa yang mau menjadi kader HMI yang didalamnya ada seleksi
untuk menjadi kader HMI tersebut, padahal setelah saya pahami, ternyata bukan
LK lah yang menyeleksi mahasiswa untuk menjadi Kader HMI, tapi Proses setelah
dia mengikuti LK tersebut. Singkatnya LK hanya sekedar syarat saja.
LK
selesai dan selesailah semua, kenapa begini? Dikelas dan ditempat dimana saya
duduk bersama teman-teman seangkatan, diskusi-diskusi kecil keagamaan dan
kenegaraan menjadi pembahasan saya dan teman-teman. Masih tetap
terngiang-ngiang. saya lulus pada LK tidak ada sedikitpun kelanjutannya,
membosankan hidup hanya kuliah dan nongkrong di kantin saja. Sering saya duduk
di kantin dari pagi sampai ke sore hari hanya dengan ditemani buku-buku bacaan
saja. Tidak heran karena memang saya senang membaca dan sendiri.
Suatu
hari dimana saya mengenal Sabir dan berjalan santai sekedar untuk nongkrong di
Aula Insan Cita yang memang saya belum pernah datang kesana sebelumnya, melihat
macam-macam pamflet dan tulisan-tulisan yang tertempel di Mading depan AIC,
satu motor dengan dua orang yang tidak saya kenal berhenti didepan saya sambil
berkata, “lu berdua Kader HMI ya?”, sambil menjulurkan tangan tanda mengenalkan
diri “gw Erik,” sapa-nya.
Percakapan
berlanjut:
“lu
berdua jadi OC ulang tahun HMI yang ke-17 ya?, gak susah kok, semuanya udah
ada, tinggal nganterin surat aja. Konsepnya sederhana kok”.
Gw
dan Sabir kebingungan, ini orang sakit kali ya?, dateng-dateng nyuruh gw berdua
jadi Panitia Milad HMI. Sejujurnya mungkin itu pertama kalinya ngeliat orang
yang bisa langsung ngasih tanggungjawab ke orang lain, dimana dia gak tau
kapasitas orang yang dia minta tersebut. Singkatnya kami terima tanggungjawab
tersebut, dan saya rasa pada kesempatan itu saya tidak maksimal mengerjakannya,
karena memang lebih banyak sabir yang berperan mensukseskan acara tersebut dibanding
saya sendiri, entah sedang ada problem apa pada saat itu, yang jelas saya
kurang maksimal dalam menjalankan kepanitiaan perdana tersebut.
Sampai
saatnya tiba pelaksanaan LK Gelombang 2 HMI Komfakda yang masih diikuti oleh
angkatan saya, di LK tersebut saya sudah menjadi panitia. Membantu semampunya.
Pasca LK biasanya dilaksanakan Inaugurasi, LK Gelombang 2 yang hanya diikuti
kurang lebih 25 orang ini berkumpul menjadi satu kelompok di Aula Insan Cita,
bernyanyi dan membaca puisi. Inaugurasi yang sangat sederhana namun masih saja
teringat. Selesai Inaugurasi kami dikumpulkan oleh 2 orang senior, Erik ZM sebagai
Ketua Umum & Yudi Jenggot sebagai Pengurusnya.
Membagi
kami menjadi 2 kelompok, setiap kelompok diminta untuk merencanakan sebuah
acara. Hasilnya, kelompok pertama mengajukan Pesantren kilat, sedangkan
kelompok dua mengajukan Seminar Nasional tentang Kasus IPDN. Kesepakatannya,
kita lebih setuju dengan kegiatan yang diajukan oleh kelompok 2 (Seminar
Nasional tentang kasus IPDN) dan diketuai oleh Syafrian Akbar (Rian). Mantab
betul rasanya, setelah sekian lama fakum, muncul ide membangun kembali
Komfakda, dan tidak tanggung-tanggung, langsung melaksanakan kegiatan yang bagi
kami cukup Wahhhh…
Foto Bersama Inu Kencana Setelah Kegiatan (membongkar Kasus IPDN). Dari Sebelah Kiri: Dirga Maulana, Inu Kecana, Sabir Laluhu dan Sirajuddin Arridho. |
Proses
tersebut kami lewati bukan tidak dengan tantangan, berbagai persoalan yang mau
tidak mau harus kita hadapi walaupun kita tidak tau apa dan siapa yang sedang
kita hadapi tersebut. Gila dan menggila pokoknya…. Hahaha, tapi Alhamdulillah…
dari proses tersebut saya khususnya sangat menikmati dan betul-betul
mendapatkan manfaat, terlebih kekeluargaan kami yang mulai terikat pasca acara
tersebut, saling mengenal dan mencoba mengenal antara satu dengan yang lainnya,
membuat saya khususnya mudah bergaul dengan siapapun. Karena saya tau,
teman-teman saya memiliki ciri khas yang berbeda-beda, dengan itu saya bisa
mengambil pelajaran apabila bertemu dengan orang lain maka saya seperti
menghadapi teman saya.
Entah
sudah berapa banyak kegiatan yang saya buat dan ikuti di HMI, sampai dengan
hari ini HMI mengikat saya dan membesarkan nama saya di Intra maupun ekstra kampus.
Tahun 2008 saya dipercaya untuk menjadi Presiden BEMJ KPI ditemani dengan Fahdi
Fahlevi sebagai Wakil Presiden. Anggapan saya bahwa BEM adalah organisasi kedua
yang dapat memberikan kesempatan bagi saya berkreatifitas, banyak kegiatan yang
Kami (Pengurus BEMJ KPI zaman saya) laksanakan, Pahit manis saya sudah lalui,
Alhamdulillah semua berjalan dengan baik dan mendapatkan nilai positif dari
berbagai pihak, tentunya saya tidak bisa memungkiri banyak juga orang yang tidak suka dengan
kepemimpinan saya khususnya.
Di
PARMA, Partai yang juga ikut membesarkan nama saya, sampai hari ini saya masih
menjabat sebagai Sekretaris DPF PARMA FIDKOM (hayo, hayo… siapa yang mau
gantiin gw… hahaha). Tidak banyak yang bisa saya katakan di organisasi ini,
lelah dan cukup membosankan mengurus angka demi angka untuk sebuah kemenangan.
Mengatur strategi dan publikasi yang menarik juga sebagainya. Terkadang saya
tertodong dengan kemunafikan saya sendiri, bagaimana saya bisa hidup di dunia
politik tanpa membodohi orang lain, entahlah… politik perlu kecerdasan yang
matang, bagi saya Politik bukan saja sekedar kekuasaan, tapi juga moral dan
intelektual.
PARMA,
saya bangga menjadi kadernya, namun tolong saya untuk memperjuangkan hak-hak
orang lain ketika PARMA diberi kesempatan untuk memimpin kembali. Saya sudah
lelah dengan kemunafikan dan kebohongan, Bapak Presiden yang baik adalah
Presiden yang bekerja keras dengan penuh loyalitas, berkreatifitas sehingga
semua yang mereka laksanakan dapat dirasakan oleh seluruh rakyatnya. Tidak
terkecuali saya yang juga penuh dengan kekurangan, yang merasakan bahwa untuk
menjadi seorang pemimpin membutuhkan pengorbanan penuh. Bangkit teman-teman!!
BEMF, Alhamdulillah saya merasakan juga duduk
di bangku pengurus BEM FIDKOM, saya tidak akan bicara banyak di sini.
Sepenuhnya dan dengan rasa bangga saya kepada Teman, Sahabat sekaligus Saudara
saya Sabir Laluhu yang betul-betul mau merelakan dirinya untuk memperjuangkan sebuah
nama baik bagi Angkatannya, BEM FIDKOM, FIDKOM dan UIN Jakarta. Saya
sangat-sangat merasa berdosa karena tidak dapat membantu banyak didalam
kepengurusan ini. entah apa yang membuat saya tidak sepenuhnya memegang
tanggungjawab sebagai Menteri Penelitian dan Pengembangan. Bukan alasan untuk
lulus cepat maka saya harus meninggalkan BEM FIDKOM, tidak itu, bukan juga
karena persoalan keluarga yang terkadang ikut menggangu aktifitas saya di BEM
FIDKOM. Entah apalah persoalannya, jelas itu bukan alasan yang bisa dikemukakan
bagi seorang organisatoris yang baik.
Tapi
Aku, Tak pernah mati,,,
Tak
akan berhenti,,,
Potongan
lirik ini menarik untuk saya masukkan kedalam tulisan ini, apa yang saya tulis
dan kemukakan, sebenarnya hanya untuk teman-teman terbaik sebelum saya, mereka
saya anggap patut untuk mendapatkan gambaran betapa banyak cerita dan
perjuangan yang harus dan terus diperjuangkan. HMI Komfakda pada saat ini terus
terang harus dijadikan pelajaran untuk kepengurusan mendatang, lanjutkan
jenjang pendidikan formal teman-teman untuk terus melangkah lebih maju sebagai
tambahan wacana, pengalaman dan wawasan teman-teman semuanya.
Selayaknya
manusia yang menginginkan perubahan dalam dirinya dan tempat dimana dia
mengasah dirinya. Tidak lebih dari itu, yang saya inginkan adalah sebuah
harapan dimana kelak ketika saya tidak lagi mudah berkomunikasi jarak dekat
seperti saat ini. Berbagi cerita, berdiskusi dan tempat mencurahkan
persoalan-persoalan menjadi sebuah solusi. Maka saya akan tetap melihat
keberadaan teman-teman yang ketika saya duduk di sudut tiang Fakultas kita.
Adik-adik masih sibuk berkreatifitas dan berkreatifitas… buat sejarah
teman-teman, untuk sekarang dan akan datang.
Allah
SWT dan Muhammad SAW, orang tua, kakak dan abang yang saya sangat hormati dan
cintai, Rezki Puji Lestari sebagai Perempuan terbaik yang pernah saya temui dan
sabar menghadapi sikap juga keegoan saya.
Kanda-kanda yang hebat (Muhammad Rasyid,
Andi Muhammad Fachri, Erik Zainal Muttaqien, Jamhur, Yudi Djenggot, Roni).
Teman,
Sahabat sekaligus Saudara seperjuangan (Sabir Laluhu, Muhammad Zainuddin, Dirga
Maulana, Abdul Rohman, Fahdi Fahlevi, Kharisma Dimas Syuhada, Tubagus Hasan,
Rizky Arsy Ristya, Siti Nur’aini, Mimi Fahmiyah, David, Ragil, Shulhan Rumaru, Imelda
Putri Dwi Sari, Denhas Mubaraq TA, dan semua yg tidak bisa saya sebutkan satu
persatu) kalian semua adalah orang-orang yang hebat, tidak akan pernah bertemu
dengan orang seperti kalian lagi ditempat lain, ku doakan semoga kalian menjadi
manusia sukses yang bermanfaat untuk orang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar